ANALISIS MAJAS DALAM PUISI RUMPUN ALANG-ALANG
KARYA W.S RENDRA
RUMPUN ALANG-ALANG
Engkau perempuan
terkasih, yang sejenak ku lupakan, sayang
Karna dalam sepi yang
jahat tumbuh alang-alang di hatiku yang malang
Di hatiku alang-alang
menancap akar-akarnya yang gatal
Serumpun alang-alang
gelap, lembut dan nakal
Gelap dan
bergoyang ia
Dan ia pun
berbunga dosa
Engkau
tetap yang punya
Tapi
alang-alang tumbuh di dada
Karya:
WS Rendra
A.
Pendahuluan
Dalam menganalisis puisi dapat dilakukan dengan mengunakan
pendekatan unsur-unsurnya. Unsur puisi meliputi unsur fisik dan unsur batin.
Struktur fisik, meliputi: diksi, pencitraan, kata konkret, majas, dan bunyi
(rima dan ritme). Sedangkan struktur batin, meliputi: perasaan, tema, nada, dan
amanat. John Keats puisi adalah suatu usaha untuk membaca indah atau subline
tanpa gurdon dari membayangkan narasi proses pemikiran atau logis. Dia tidak menyiratkan puisi yang tidak masuk akal atau tidak memiliki
narasi. Pemahaman terhadap unsur-unsur
tersebut bukan saja akan bermanfaat untuk menganalisis sebuah puisi, melaikan
juga ketika akan menulis puisi. Dalam hal ini kajian yang akan saya bahas
merujuk pada unsur fisik yang berupa majas.
Majas adalah
bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Dalam
penggunaannya, majas diciptakan untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi
penyimak atau pembicaranya. Puisi yang berjudul “rumpun alang-alang” karya W.S Rendra ini memiliki banyak kata
kiasan juga didalamnya terdapat banyak kata yang mengandung majas, dengan
memahami arti dibalik majas yang terdapat dalam sebuah puisi, tentu pesan atau
arti dari puisi itu sendiri dapat tersampaikan kepada pembaca, karna hal
tersebutlah saya lebih memilih majas sebagai bahan analisis saya.
Sebelumnya
seorang kritikus sastra indonesia yang terkenal yaitu Subagio Sastrowardoyo
juga pernah menganalisis puisi-puisi Rendra, termasuk diantaranya puisi rumpun alang-alang. Subagio berpendapat
bahwa puisi Rendra lebih cenderung dalam penggunaan metafora-metafora yang
dramatik sehingga membuat puisi Rendra lebih menarik. Hal ini semakin membuat
saya penasaran dan tertarik untuk menganalisis puisi Rendra dari segi majas
terutama majas metafora.
Puisi rumpun alang-alang ini memiliki makna
yang mendalam dibalik majas-majasnya, Lalu benarkah dalam puisi rumpun alang-alang karya Rendra lebih banyak
terdapat majas metafora jika dibandingkan dengan majas lain? Dan juga mengapa
majas metafora ini dalam kata-katanya lebih memiliki arti yang mendalam pada
puisi rumpun alang-alang, hal inilah
yang membuat saya tertarik untuk mengadakan penelitian ini.
B. Landasan
Teori
Pengertian
Majas (figurative language)
Seperti yang
telah dikemukakan dibagian pendahuluan, majas adalah bahasa kias, bahasa yang
dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Dalam penggunaannya, majas
diciptakan untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi penyimak atau pembicaranya.
Majas (figurative
language) adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan
efek tertentu. Majas merupakan bentuk retoris, yang penggunaannya antara lain
untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi penyimak atau pembacanya. Secara garis
besar, majas-majas tersebut terbagi dalam majas perbandingan, pertentangan,
pertautan, dan perulangan (http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40-artikel/91-m-a-j-a-s.
Menurut Abrams
(1981:63) bahasa figuratif (figuratif language) adalah penyimpangan
penggunaan bahasa oleh penutur dari pemahaman bahasa yang dipakai sehari-hari (ordinary),
penyimpangan dari bahasa standar, atau penyimpangan makna kata, suatu
penyimpangan rangkaian kata supaya memperoleh beberapa arti khusus.
Bahasa kias
atau figuratif menurut Abrams (1981:63-65) terdiri atas simile (perbandingan),
metafora, metonimi, sinekdoke, dan personifikasi. Sementara itu Pradopo
(1994:62) membagi bahasa kias ke dalam tujuh jenis, yaitu perbandingan,
metafora, perumpamaan, epos, personifikasi, metonimi, dan alegori.
Menurut Prof.
Dr.H.G. Tarigan bahwa majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara
khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Unsur kebahasaan
antara lain: pilihan kata, frase, klausa, dan kalimat. Menurut Goris Keraf,
sebuah majas dikatakan baik bila mengandung tiga dasar, yaitu: kejujuran, sopan
santun, dan menarik.
Majas Metafora
Metafora
merupakan salah satu jenis dari majas perbandingan. Majas Metafora
adalah gaya bahasa pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan
menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll. contoh majas
Metafora: Waspadalah terhadap lintah darat (http://kamusq.blogspot.com/2012/03/jenis-jenis-majas-perbandingan-contoh.html).
Aristoteles memandang metafora sebagai satu jenis hiasan
tambahan pada penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Metafora dianggap
sebagai alat retorik yang hanya digunakan pada saat-saat tertentu untuk
mencapai efek tertentu pula. Wujudnya menyimpang dari bahasa yang dianggap
masyarakat sebagai bahasa yang normal. Oleh karena itu, setiap pendengar
menangkap ujaran metafora, ia akan menangkapnya sebagai bentuk ujaran yang aneh
(anomalous) sehingga ia harus berusaha sedemikian rupa untuk dapat
merekonstruksi makna apa sebenarnya yang terkandung dalam ujaran aneh itu.
Hendy (1991:69)
mengemukakan bahwa metafora berasal dari kata meta dan phoreo yang
berarti bertukar nama atau perumpamaan. Metafora adalah majas perbandingan
langsung, yaitu membandingkan sesuatu secara langsung terhadap penggantinya.
Untuk memperjelas pengertian yang diajukannya, Hendy memberikan contoh sebagai
berikut.
(1) Sang ratu malam telah muncul di ufuk timur.
(2) Jantung hatinya hilang tanpa berita.
(2) Jantung hatinya hilang tanpa berita.
Ungkapan ratu
malam pada kalimat pertama berarti bulan sedangkan ungkapan jantung hati pada
kalimat kedua berarti kekasih. Jadi, bulan secara langsung dibandingkan dengan
ratu malam atau ratu pada malam hari, sedangkan kekasih secara langsung
dibandingkan dengan jantung dan hati.
Waluyo
(1987:84), dalam bukunya yang berjudul Teori dan Apresiasi Puisi, menyatakan
bahwa metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan. Metafora itu langsung berupa kiasan. Sebagai contoh klasik, yaitu
litah darat, bunga bangsa, kambing hitam, bunga sedap malam, dan sebagainya.
Aminudin (1987:143)
juga mengajukan pengertian metafora yang menekankan pada kandungan makna
kiasnya. Aminudin mengemukakan bahwa metafora merupakan bentuk pengungkapan
yang di dalamnya terdapat hubungan makna secara tersirat, mengungkapkan acuan
makna yang lain selain makna sebenarnya. Suatu kata atau frasa tidak lagi
mewakili acuan maknanya sendiri, tetapi mewakili acuan makna yang dimiliki kata
atau frasa lainnya yang dianggap sepadan. Misalnya, ”Cemara pun gugur daun”
mengungkapkan makna ”ketidakabadian kehidupan”.
Ahli lain,
yakni Saeed (2005:345-346), juga membenarkan adanya pemindahan makna (concept
transference) dalam metafora. Saeed menyatakan bahwa pada umumnya, metafora
disamakan halnya dengan simile bahwa pada keduanya terdapat identifikasi
kemiripan hal-hal yang dianalogikan. Padahal, metafora sebenarnya lebih dari
itu karena dalam metafora terdapat pemindahan konsep dari komponen yang satu
pada komponen yang lainnya.
Siswantoro
(2005:27-28) menyampaikan bahwa metafora sama halnya seperti simile, motafora
juga membandingkan antara objek yang memiliki titik-titik kesamaan, tetapi
tanpa menggunakan kata-kata pembanding seperti, sebagai, bagai, dan lain-lain.
Untuk memperjelas batasan yang diajukannya, Siswantoro memaparkan kembali
pendapat Wren dan Martin bahwa,
“a metaphor is an implied simile.
It does not like the simile, state one thing is like another or acts as
another, but takes that for granted and proceeds as if the two things were one”.
Atas dasar
pengertian seperti itu, kalimat He fought like a lion, merupakan contoh bentuk
simile, tetapi kalimat He was a lion in the fight, meru-pakan contoh bentuk
metafora.
Dalam penjelasan di atas, Siswantoro secara tegas mengatakan bahwa ketiadaan konjungsi komparatif sebagai piranti formal linguistik secara sintakitis merupakan keharusan dalam sebuah metafora.
Dalam penjelasan di atas, Siswantoro secara tegas mengatakan bahwa ketiadaan konjungsi komparatif sebagai piranti formal linguistik secara sintakitis merupakan keharusan dalam sebuah metafora.
Pradopo
(2005:66) dan Djajasudarma (1999:21) menjelaskan bahwa metafora adalah bahasa
kiasan seperti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata-kata pembanding
seperti, bagai, laksana, dan sebagainya. Metafora itu melihat sesuatu dengan
perantaraan benda yang lain. Metafora menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama
atau seharga dengan hal lain, yang sesungguhnya tidak sama. Sebagai contoh,
Pradopo memaparkan larik-larik puisi Subagio yang berjudul Dewa Telah Mati,
sebabai berikut.
Bumi ini perempuan jalang
Yang menarik laki-laki jantan dan pertapa
Ke rawa-rawa mesum ini
Yang menarik laki-laki jantan dan pertapa
Ke rawa-rawa mesum ini
Dalam
penggalan puisi di atas, hubungan bumi ini dengan perempuan jalang bersifat
sepadan atau koodinatif. Bumi disamakan (dibandingkan) dengan perempuan jalang,
namun, hubungan keduanya secara sintaksis tanpa kehadiran konjungsi komparatif
seperti, bagai, laksana, atau yang lainnya. Bumi yang dimaksudkan penyair
adalah bumi yang memiliki sifat-sifat seperti perempuan yang jalang, yakni
perempuan yang suka menarik laki-laki dan orang baik-baik ke tempat-tempat atau
kehidupan mesum yang kotor.
Griffith
(1982:59-60) menyampaikan bahwa metafora memiliki dua pengertian, yakni
pengertian secara umum (general meaning) dan pengertian secara khusus (specific
meaning). Secara umum, metafora merupakan bentuk analogi, yakni perbandingan
untuk mencari persamaan-persamaan antara dua hal yang dibandingkan. Sementara
secara khusus, metafora merupakan jenis bentuk perbandingan tersendiri yang
khas, yang berbeda dengan simile. Jika simile membandingkan dua hal yang
berbeda ditandai dengan penggunaan kata like ‘seperti’ atau as ‘bagai atau
bagaikan’, maka metafora justru menghilangkan penggunaan kata-kata pembanding
seperti itu.
Dijelaskan
bahwa analogi dalam metafora terjadi secara langsung atau bersifat implisit.
Artinya, suatu hal dibandingkan secara langsung dengan hal lain sehingga makna
yang dikehendaki muncul secara tersirat dibalik perbandingan itu. Untuk
memperjelas batasan yang diajukan, Griffith memaparkan contoh larik-larik puisi
Shakespare yang berjudul Fair Is My Love sebagai berikut.
Fair is my love, but not so fair as fickle
Mild as a dove, but neither true trusty
Brighter than glass, and yet, as glass is, brittle
Softer than wax, and yet, as iron, rusty
Mild as a dove, but neither true trusty
Brighter than glass, and yet, as glass is, brittle
Softer than wax, and yet, as iron, rusty
Pada
keempat larik penggalan puisi di atas, kata-kata yang bercetak tebal merupakan
bentuk simile. Perbandingan-perbandingan tak langsung dalam larik-larik itu
dijalin oleh Shakespare dengan menggunakan kata as sebagai konjungsi komparatif.
C.
Pembahasan
Analisi
Puisi Rumpun Alang-Alang
Dalam
pengertian KBBI, alang-alang berarti rumput yang mengerombol yang tingginya
sekitar 20 cm. Sedangkan rumpun berarti kelompok tumbuhan yang tumbuh
anak-beranak seakan-akan mempunyai akar yg sama. Namun dalam puisi Rendra yang
berjudul “Rumpun Alang-alang” kata alang-alang disini dapat dimaknai
sebagai “sebuah kejenuhan atau
godaan-godaan”. Secara umum puisi rumpun
alang-alang ini bercerita tentang kebimbangan lelaki atas jalan hidupnya
yang masih panjang, yang dibayangi warna-warni lampu dunia berupa naluri
pengembaraan lelaki ataupun kehadiran wanita lain yang menyilaukan mata dan,
seringkali, membelokkan jalan.
Majas (figurative language) adalah
bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Jika dilihat
dari segi majas, puisi rumpun alang-alang lebih banyak terdapat majas metafora,
berikut bait puisi yang mengandung majas metafora.
Engkau perempuan
terkasih, yang sejenak
ku lupakan, sayang
Karna dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang di
hatiku yang malang
Di hatiku alang-alang menancap akar-akarnya yang
gatal
Serumpun
alang-alang gelap, lembut dan nakal
Gelap dan
bergoyang ia
Dan ia pun berbunga dosa
Engkau tetap
yang punya
Tapi alang-alang
tumbuh di dada
Kata
yang bercetak tebal diatas merupakan majas metafora, disamping itu terdapat
juga majas lain, yaitu personifikasi. Dalam hal ini Rendra ingin mengabungkan
metafora dengan personifikasi, dimana kedua majas yang berbeda tersebut
ternyata bisa dikombinasikan dengan baik oleh Rendra.
Jelas
disini bahwa dalam puisi Rendra yang berjudul rumpun alang-alang lebih banyak terdapat majas metafora dari pada
majas lain.
Kata-kata
yang mengandung majas metafora umumnya lebih mempunyai arti yang mendalam
seperti, “engkau perempuan terkasih”, “serumpun alang-alang gelap, lembut dan
nakal”, “dan ia pun berbunga dosa”, disini terlihat jelas dimana Rendra
mencoba mengungkapkan apa yang dia rasakan. Dalam pandangan romantik, metafora merupakan wujud integral
dari bahasa dan pikiran sebagai sebuah cara pencarian pengalaman. Sebuah bentuk
metafora dipandang tidak hanya sebagai refleksi dari bagaimana penuturnya
menggunakan bahasa, tetapi juga sebagai refleksi dari bagaimana pikiran-pikiran
penuturnya.
Lebih dari itu, sebagaimana yang
disampaikan Freeborn (1996:63) bahwa George Lokaff dan Mark Johnson, mengakui
metafora bukanlah sekedar alat imajinasi puitik dan hiasan retorik semata,
tetapi meresap dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekedar ada dalam bahasa,
namun menyatu dalam pikiran dan tindakan. Melalui metafora yang digunakan,
seseorang dapat diketahui pikiran dan perbuatannya. Metafora mencerminkan siapa
dan bagaimana pemakainya.
Ungkapan engkau
perempuan terkasih mengambarkan bahwa Rendra begitu menyayangi perempuan
tersebut dan segala kasih sayangnya hanya tercurahkan untuk dia (perempuan)
seorang. Rendra lebih memilih mengunakan kata perempuan dibandingkan wanita,
karena kata perempuan disini lebih memiliki nilai yang tinggi dari pada kata
wanita.
Ungkapan serumpun
alang-alang gelap, lembut dan nakal mengambarkan ada sesuatu hal yang
menganggu fikiran Rendra dalam hal ini bisa digambarkan seperti sebuah godaan
akan hadirnya wanita lain yang secara perlahan mengoyahkan hatinya.
Kemudian ungkapan dan
ia pun berbunga dosa, kata berbunga
dosa disini digambarkan sebagai sesuatu yang buruk yang telah terjadi. Kata
bunga pada umumnya adalah sesuatu yang indah namun oleh Rendra kata bunga
disandingkan dengan kata dosa yang berkonotasi dengan kata bunga, hal ini
menimbulkan makna yang lebih mendalam. Jadi, kata-kata mengunakan majas
metafora terbukti lebih mempunyai arti yang lebih mendalam dari pada kata yang
lain.
D. Penutup
Kesimpulan
Seorang
sastrawan menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi secara khas dalam
puisi. Mereka menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri, dengan gayanya
sendiri. Dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa secara khas ini, Teeuw
(1984:70-72) mengemukakan bahwa sastrawan seringkali memakai bahasa yang aneh
atau istimewa, yang gelap atau yang menyimpang dari bahasa sehari-hari, yakni
bahasa yang oleh masyarakat pemakainya dianggap sebagai bahasa yang normal.
Tidak jarang ditemukan beberapa sastrawan mengungkap masalah yang sama, tapi
dengan cara berungkap yang berbeda, baik berasal dari angkatan yang sama maupun
dari angkatan yang berbeda. Mereka menyampaikan pikiran dan perasaan yang sama
dengan gaya yang berbeda.
Sebagaimana
yang disampaikan Sumardjo dan Saini (1986:27), jika diteliti lebih jauh,
ternyata daya ungkap gaya bahasa, yang digunakan dalam puisi (juga prosa),
seperti simile, metafora dan personifikasi itu datang dari daya ungkap citra
(imaji) dan lambang yang dipakai dalam gaya bahasa-gaya bahasa itu. Citra dan
lambang mampu memberi gerak dan memberi daya hidup. Citra dan lambang mampu
mewakili dan menyampaikan gagasan, perasaan, maupun pengalaman pengarang pada
pembaca.
Dalam puisi
rumpun alang-alang karya Rendra dimana metafora-metafora yang dipakai begitu
merasuk di setiap mana kalimatnya. Puisi ini memberikan gambaran tentang sifat
lelaki yang kadang kala masih bisa tergoda akan gemerlapnya dunia yang kadang
kala membelokan pendirian.
Daftar Pustaka
Pradopo, Rachmad Djoko. 1999. Pengkajian Puisi. Yogyakarta
: Gajah Mada.
Rokhman, Muh. Arif.2003. Sastra Interdisipliner. Yogyakarta
: Qalam.
Majas/Figuratif Language/Gaya
Bahasa.http/unsedukasisbi.bloksport.com/2010/02/majas
figurative-language-gaya bahasa.html.