PEMEROLEHAN
BAHASA B1 DAN B2
Pendahuluan
Bahasa adalah keterampilan khusus yang kompleks, berkembang
dalam diri anak secara spontan, tanpa usaha sadar atau instruksi formal,
dipakai tanpa memahami logika yang mendasarinya, secara kualitatif sama dalam
diri setap orang, dan berbeda dari kecakapan-kecakapan lain yang sifatnya lebih
umum dalam hal memproses informasi atau berperilaku secara cerdas. Konsolidasi
dari sejumlah kemungkinan defenisi bahasa itu menghasilkan defenisi gabungan
berikut ini: bahasa itu sistematis, bahasa adalah seperangkat simbol manasuka,
simbol-simbol itu utamanya adalah vokal, tetapi bisa juga visual, simbol
mengonvensionalkan makna yang dirujuk, bahasa dipakai untuk berkomunikasi,
bahasa berkomunikasi dalam sebuah komunitas atau budaya wicara, bahasa pada
dasarnya untuk manusia, walaupun bisa jadi tak hanya terbatas untuk manusia,
bahasa dikuasai oleh semua orang dalam hal yang sama, bahasa dan pembelajaran
bahasa sama-sama mempunyai karakteristik universal.
Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan
perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu (B1). Pemerolehan
bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum mengenal
sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Setelah bahasa ibu diperoleh maka pada usia
tertentu anak lain atau bahasa kedua (B2) yang ia kenalnya sebagai khazanah
pengetahuan yang baru.
Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak
awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya,
seperti keluarga dan masyarakat lingkungan. Hal ini menunjukkan bahasa pertama
merupakan suatu proses awal yang diperoleh anak dalam mengenal bunyi dan
lambang yang disebut bahasa.
Pembahasan
Pengertian pemerolehan bahasa
Ada beberapa hipotesis tentang asal mula bahasa dihubungkan
dengan pemerolehan bahasa pada anak. E. Cassier berpendapat bahwa pada dasarnya
bahasa merupakan pengungkapan gagasan serta ekspresi perasaan atau emosinya. Ia
berpendapat bahwa jeritan-jeritan yang keluar dari seorang anak (bayi)
merupakan ungkapan emosionalnya. Sementara itu, bahasa anak yang merupakan
ungkapan pikiran atau gagasan mengikuti perkembangan fisik dan pikiran sebagai
wujud sosialisasinya dengan lingkungan. Istilah pemerolehan merupakan padanan
kata acquisition. Istilah ini dipakai dalam proses penguasaan bahasa pertama
sebagai salah satu perkembangan yang terjadi pada seorang manusia sejak lahir.
Secara alamiah anak akan mengenal bahasa sebagai cara berkomunikasi dengan
orang di sekitarnya. Bahasa pertama yang dikenal dan selanjutnya dikuasai oleh
seorang anak disebut bahasa ibu (mother talk).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak-anak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak-anak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah suatu
proses yang diperlukan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis
yang semakin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih terpendam atau
tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan ucapan-ucapan orang tuanya
sampai ia memilih berdasarakan suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa
yang baik serta paling sederhana dari bahasa. Lebih jelasnya pemerolehan bahasa
diartikan sebagai suatu proses yang pertama kali dilakukan oleh seseorang untuk
mendapatkan bahasa sesuai dengan potensi kognitif yang dimiliki dengan
didasarkan atas ujaran yang diterima secara alamiah.
Sebelum membahas lebih mendalam mengenai pemerolehan bahasa
pertama, ada dua masalah penting yang layak dipahami terlebih dahulu. Apakah
sesungguhnya benda yang diperoleh jika kita berbicara tentang pemerolehan
bahasa? Kemudian alat apa yang digunakan anak-anak dalam proses pemerolehan
itu?
Berdasarkan pengamatan dan kajian para ahli bahasa dapat
disimpulkan bahwa manusia telah dilengkapi sesuatu yang khusus dan secara
alamiah untuk dapat berbahasa dengan cepat dan mudah. Miller dan Chomsky (1957)
menyebutnya LAD (language acquisition device) yang intinya bahwa setiap anak
telah memiliki LAD yang dibawa sejak lahir.
LAD ini merupakan suatu perangkat intelek nurani yang khusus untuk menguasai bahasa ibu dengan mudah dan cepat.Sedangkan benda yang diperoleh adalah kemampuan dan penampilan berbahasa. Kemampuan adalah tata bahasa atau pengetahuan bahasa anak yang terdiri dari tiga komponen, yakni: fonologi, semantik dan sintaksis.
LAD ini merupakan suatu perangkat intelek nurani yang khusus untuk menguasai bahasa ibu dengan mudah dan cepat.Sedangkan benda yang diperoleh adalah kemampuan dan penampilan berbahasa. Kemampuan adalah tata bahasa atau pengetahuan bahasa anak yang terdiri dari tiga komponen, yakni: fonologi, semantik dan sintaksis.
Teori Pemerolehan Bahasa Pertama
Setiap orang perah meyaksikan kemampuan menonjol pada
aank-anak dalam berkomunikasi, mereka berceloteh, mendekut, menagis, dan dengan
atau tanpa suara megirim begitu bayak pesan dan menerima lebih banyak lagi
pesan. Ketika beumur satu tahun, mereka berusaha meniruka kata-kata dan
megucapkan suara-suara yang mereka dengar disekitar mereka, dan kira-kira pada
saat itulah mereka megucapakan kata-katapertama mereka. Kurang lebih umur 18
tahun, kata-kata itu berlipat ganda dan mulai muncul dalam kalimat dua atau
tiga umumya disebut ujaran-ujaran “telegrafis (bergaya telegram)”.
Pada usia 3 tahun, anak-anak biasa mencerna kuantitas
masukan linguistik yang luar biasa kemampuan wicara dan pemahaman mereka
meningkat pesat mereka menjadi produsen ocehan nonstop dan percakapan tiada
henti, bahasapun menjadi berkah sekaligus petaka bagi orang-orang disekitar
mereka. kreatifitas mereka juga sudah mendatangka senyum orang tua dan
saudara-saudara kandung mereka. Kelancaran dan kreatifitas ini berlanjut hingga
usia sekolah ketika anak-anak menyerap struktur yang semakin kompleks,
memperluas kosakata mereka, dan mengasah keterampilan komunikatif mereka. pada
usia sekolah, ketika mereka mempelajari fungsi-fungsi sosial bahasa mereka,
anak-anak tidak hanya belajar apa yang harus mereka katakan tapi juga apa yang
jangan mereka katakan. Bagaimana kita bisa menjelaskan perjalanan fantastis
dari tangis pertama saat kelahiran menuju kecakapan bebahasa saat dewasa. Dari
kata pertama sampai puluhan ribu kata. Dari kalimat terpenggal-peggal seperti
telegram pada usia 18 bulan hingga kalimat majemuk-komplek, yag seksama secara
kognitif dan tepat secara sosio-kultural, hanya dalam beberapa tahun kemudian.
Pada hakikatnya, orang bisa memakai satu dari dua pandangan yang berseberangan
dalam studi tentang perolehan bahasa pertama.
Seorang behaviorisme ekstrem bisa menyatakan pandangannya bahwa anak-anak lahir dengan tabula-rasa, sebidang papan tulis tanpa pemahaman tertentu tentang dunia dan bahasa; anak-anak itu kemudian dibentuk oleh lingkungan mereka dan perlahan-lahan dikondisikan melalui berbagai dorongan terprogram. Sebaliknya, seorang konstruksif ekstrem akan berpandangan tidak saja bahwa anak-anak, sebagaimana yang disampaikan oleh kaum kognitivisme, datang ke dunia dengan pengetahuan bawaan yang sangat spesifik, berfungsi dalam sebuah bahasa terutama melalui interaksi dan wacana. Berikut salah satu teori dalam pemerolehan bahasa :
Seorang behaviorisme ekstrem bisa menyatakan pandangannya bahwa anak-anak lahir dengan tabula-rasa, sebidang papan tulis tanpa pemahaman tertentu tentang dunia dan bahasa; anak-anak itu kemudian dibentuk oleh lingkungan mereka dan perlahan-lahan dikondisikan melalui berbagai dorongan terprogram. Sebaliknya, seorang konstruksif ekstrem akan berpandangan tidak saja bahwa anak-anak, sebagaimana yang disampaikan oleh kaum kognitivisme, datang ke dunia dengan pengetahuan bawaan yang sangat spesifik, berfungsi dalam sebuah bahasa terutama melalui interaksi dan wacana. Berikut salah satu teori dalam pemerolehan bahasa :
Teori Behaviorisme oleh B.F. Skinner
Bahasa adalah bagian fundamental dari keseluruhan perilaku
manusia, dan para psikolog behavioristik menelitinya dalam rangka kerangka itu
dan berusaha merumuskan teori-teori konsisten tentang perolehan bahasa pertama.
Pendekatan behavioristik berfokus pada aspek-aspek yang bsia ditangkap langsung
dari perliku linguistik-respons yang bisa diamati secara nyata dan berbagai
hubungan atau kaitan antara respons-respons itu dan peristiwa-peristiwa di
dunia sekeliling mereka. Seorang behavioris mungkin memandang perilaku bahasa
yang efektif sebagai wujud tanggapan yang tepat terhadap stimuli. Jika sebuah
respons tertentu dirangsang berulang-ulang ia lantas menjadi sebuah kebiasaan
atau terkondisikan. Sang belajar memahami suatu ujaran dengan memberikan
respons tepat terhadapnya dan dengan dirangsang untuk mengeluarkan respons
tersebut.
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang
dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi
(response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat
terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi
tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya. Sebagai
contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si
anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut.
Apabila sutu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak
mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang
dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang
pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
Perkembangan kata dan kalimat
Kata-kata pertama adalah kata-kata lisan pertama yang
diucapkan oleh seorang anak setelah mampu bicara atau berkomunikasi dengan
orang lain. Kata-kata pertama merupakan cara seorang anak untuk menyampaikan
pesan kepada orang lain, dan biasanya dianggap sebagai proses perkembangan
bahasa yang dipengaruhi oleh kematangan kognitif. Kematangan kognitif tersebut
biasanya ditandai dengan kemampuan anak untuk merangkai susuan kata dalam berbicara
baik dengan orang tua atau orang lain. Kemampuan ini akan terus berkembang jika
anak sering berkomunikasi ataupun berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena
itu, menurut Schaerlaekens yang dikutip dari Dariyo, Psikologi Perkembangan
Anak Tiga Tahun Pertama terdapat tiga tahap perkembangan kalimat pada anak usia
lima tahun pertama yaitu:
a. Periode prelingual (usia 0-1 th): ditandai dengan
kemampuan bayi untuk mengoceh sebagai cara berkomunikasi dengan orangtuanya.
Pada saat itu bayi tampak pasif menerima stimuls eksternal yang diberikan oleh orangtuanya,
tetapi bayi mampu memberikan respons yang berbeda-beda terhadap stimulus
tersebut, misalkan: bayi akan tersenyum terhadap orang yang dianggapnya ramah
dan akan menangis dan menjerit kepada orang yang dianggap tidak ramah atau
ditakutinya.
b. Periode Lingual dini (usia 1-2½ tahun): ditandai dengan
kemampuan anak dalam membuat kalimat satu kata maupun dua kata dalam suatu
percakapan dengan orang lain. Periode ini terbagi atas 3 tahap yaitu :
1.
Periode kalimat satu kata (holophrase) yaitu kemampuan anak untuk membuat
kalimat yang hanya terdiri dari satu kata yang mengandung pengertian secara
menyeluruh dalam suatu pembicaraan. Misal: anak mengatakan ”ibu”. Hal ini dapat
berarti: ”ibu tolong saya”, ”itu ibu”, ”ibu ke sini”.
2.
Periode kalimat dua kata yaitu periode perkembangan bahasa yang ditandai dengan
kemampuan anak membuat kalimat dua kata sebagai ungkapan komunikasi dengan
orang lain. Bahasa kalimatnya belum sempurna karena tidak sesuai dengan susunan
kalimat Subyek (S), Predikat (P) dan Obyek (O) misal: kakak jatuh, lihat
gambar.
3.
Periode kalimat lebih dari dua kata yaitu periode perkembangan bahasa yang
ditandai dengan kemampuan anak untuk membuat kalimat secara sempurnasesuai
dengan susunan S-P-O. Kemampuan ini membuat anak mampu berkomunikasi aktif
dengan orang lain. Pada tahap ini terjadi perubahan cara pandang. Anak sudah
memahami pemikiran dan perasaan orang lain dan mengakibatkan berkurangnya sifat
egois anak. Misal: ”Saya makan nasi”.
c. Periode diferensiasi usia 2½ -5 tahun), ditandai dengan
kemampuan anak untuk mengusai bahasa sesuai dengan aturan tata bahasa yang baik
dan sempura yaitu kalimatnya terdiri dari Subjek-Predikat dan Obyek.
Perbendaharaan kayanya pun sudah berkembang baik dari segi kualitas dan
kuantitas.
Mekanisme perolehan bahasa
1.
Imitasi, dalam perolehan bahasa terjadi ketika anak menirukan pola bahasa
maupun kosa kata dari orang-orang yang signifikan bagi mereka, biasanya orang
tua atau pengasuh. Berbagai penelitian menemukan berbagai jenis peniruan atau
imitasi, seperti:
a) imitasi
spontan
b) imitasi perolehan
c) imitasi segera
d) imitasi lambat
e) imitasi perluasan
b) imitasi perolehan
c) imitasi segera
d) imitasi lambat
e) imitasi perluasan
2.
Pengondisian, Mekanisme ini diajukan oleh B.F Skinner. Mekanisme pengkondisian
atau pembiasaan terhadap ucapan yang didengar anak dan diasosiasikan dengan
objek atau peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu kosakata awal yang dimiliki
oleh anak adalah kata benda.
3.
Kognisi sosial, Anak memperoleh pemahaman terhadap kata (semantik) karena
secara kognisi ia memahami tujuan seseorang memproduksi suatu fonem melalui
mekanisme atensi bersama. Adapun produksi bahasa diperolehnya melalui mekanisme
imitasi.
Proses Pemerolehan Bahasa Pertama
1.
Kompetensi adalah hasil proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis,
dan semantik) secara tidak disadari. Tidak disadari untuk belajar kaidah bahasa
(alamiah). Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa
sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki
performansi dalam berbahasa.
2.
Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.
Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses
penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati
atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan
melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri.
Peran orang-orang terdekat dalam
perolehan bahasa pertama
Tidak jarang kita mendengar percakapan antara anak dan
orangtua seperti di atas. Semua makhluk hidup memiliki bahasa dengan bahasa
mereka berkomunikasi. Menurut Jo Ann Brewer dalam Introduction to early
childhood education, sixth edition, dikatakan bahwa language is defined as a
system of communication used by human. It is either produced orally or by sign,
and it can be extended to its writen form. Jadi bahasa adalah sebuah sistem
komunikasi yang dipakai oleh manusia baik berupa bahasa lisan, bahasa isyarat
maupun tulisan.
Melalui komunikasi, hubungan dibentuk dan dipertahankan.
Orang tua harus belajar cara menafsirkan dan memberi tanggapan terhadap
komunikasi yang dilakukan dalam upaya membentuk ikatan batin yang akan menjadi
dasar perkembangan anak selanjutnya. Perkembangan bahasa pada anak dapat
dimulai dari masih dalam kandungan. Anak adalah pembelajar yang konstruktif.
Anak mempelajari bahasa dan konsep-konsep penting tanpa melalui pengajaran yang
terencana secara khusus. Mereka hanya belajar ditengah-tengah orang yang
menggunakan bahasa dan dengan memiliki akses yang tersedia terhadap lingkungan
yang aman, menarik dan mengundang eksplorasi indera pendengaran dan indera
penglihatan yang dapat membantu anak mengorganisasikan informasi dari
lingkungannya.
Setiap anak memiliki perkembangan bahasa lisan yang
berbeda-beda karena muatan informasi yang dapat dikumpulkan anak tidak hanya
tergantung pada banyaknya dan jenis penglihatan dan pendengaran yang mereka
miliki. Namun juga pada cara mereka belajar menggunakan penglihatan dan
pendengaran itu. Masing-masing anak belajar memanfaatkan informasi sensorik
yang tersedia dengan caranya sendiri. Beberapa anak berinteraksi dengan
dunianya terutama dengan sentuhannya; sementara yang lain mungkin lebih
bergantung pada penglihatan dan pendengarannya. Bagi kebanyakan anak, kombinasi
dari kesemuanya itu akan paling bermanfaat. Bagi anak lainnya, menggunakan
pendengaran, penglihatan, dan sentuhan pada saat yang bersamaan terasa
membingungkan dan, dalam situasi yang berbeda, mereka mungkin memilih untuk
menggantungkan terutama pada satu indera.
Orang tua dan lingkungan mempunyai andil besar terhadap
pemerolehan bahasa yang akan dipelajarinya di lembaga formal. Dijelaskan dalam
aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina bahwa proses penguasaan
bahasa pertama dikendalikan dari luar, yaitu oleh rangsangan yang disodorkan
melalui lingkungan. Sementara Tarigan dalam Indrawati dan Oktarina mengemukakan
bahwa anak mengemban kata dan konsep serta makhluk sosial. Tarigan memadukan
bahwa konsep pemerolehan belajar anak berasal dari konsep kognetif serta
perkembangan sosial anak itu sendiri. Adapun perkembangan sosial itu sendiri
idak terlepas dari faktor orang-orang yang kehadirannya ada di lingkungan diri
anak. Orang-orang yang dimaksud adalah teman, saudara dan yang paling dekat
adalah kedua orang tua yaitu ayah serta ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa
bahasa yang digunakan oleh kedua orang tua sebagai orang yang pertama kali
dekat dengan diri anak ketika menerima bahasa pertama sangat berdampak terhadap
anak dalam tahapan pemerolehan bahasa kedua.
Pemerolehan bahasa pertama anak adalah bahasa daerah karena
bahasa itulah yang diperolehnya pertama kali. Perolehan bahasa pertama terjadi
apabila seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa. Bahasa
daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar
dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang
digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal atau resmi yang
seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bagi anak, orang
tua merupakan tokoh identifikasi. Oleh sebab itut, idaklah mengherankan jika
mereka meniru hal-hal yang dilakukan orang tua.10 Anak serta merta akan meniru
apa pun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan
pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak
baik.
Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang
diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan
orang tuanya dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari
orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan
bahasa anak itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang tua dalam
berbahasa di dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk ditirukan.
Anak bersifat meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya.
Kesimpulan
Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak
awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya,
seperti keluarga dan masyarakat lingkungan. Hal ini menunjukkan bahasa pertama
merupakan suatu proses awal yang diperoleh anak dalam mengenal bunyi dan
lambang yang disebut bahasa
Orang tua dan lingkungan sosial mempunyai andil besar
terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipelajarinya di lembaga formal. Pemerolehan
bahasa pertama anak adalah bahasa daerah karena bahasa itulah yang diperolehnya
pertama kali. Perolehan bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula
tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa. Bahasa daerah merupakan bahasa pertama
yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar dalam keluarga atau sering disebut
sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali
terbawa ke situasi formal atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. ECHA, Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta.Grasindo.
Indrawati, Sri dan Santi Oktarina. 2005. “Pemerolehan Bahasa Anak TK: Sebuah Kajian Fungsi Bahasa.” Lingua, 7 (1).
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Psikolinguistik. Bandung. Angkasa.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. ECHA, Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta.Grasindo.
Indrawati, Sri dan Santi Oktarina. 2005. “Pemerolehan Bahasa Anak TK: Sebuah Kajian Fungsi Bahasa.” Lingua, 7 (1).
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Psikolinguistik. Bandung. Angkasa.
SUMBER : http//:/Download/Pemerolehan%20Bahasa%20_%20Berbubastra.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar