MENGIDENTIFIKASI
UNSUR-UNSUR NASKAH DRAMA DENGAN METODE GAMBAR POHON PADA SISWA KELAS VIII
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
proses pembelajaran, kegiatan siswa belajar dan guru mengajar merupakan
kegiatan yang paling pokok. Artinya bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pembelajaran banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami
oleh siswa sebagai anak didik dan guru sebagai pendidik (Endang T.S: 2012).
Gagne
dan Briggs (1979:3). Mengartikan instruction atau pembelajaran adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat
internal. Dalam pembelajaran yang terpenting adalah memahami, memahami disini
berarti mengerti akan segala sesuatu yang telah di ajarkan.
Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi tidak maksimalnya hasil pembelajaran,
diantaranya adalah jumlah siswa yang melebihi target rombongan belajar (rombel)
dalam satu kelas, latar belakang siswa yang bervariasi, peran guru yang kurang
aktif, serta pemilihan media dan metode pembelajaran yang kurang tepat sehingga
menyebabkan siswa menjadi pasif bahkan tidak mengerti dengan materi yang
diterimanya.
Berdasarkan uraian diatas penulis
ingin mengunakan metode Gambar Pohon dalam mengidentifikasi unsur-unsur naskah
drama pada siswa kelas VIII, yang diharapkan dapat menciptakan suanan belajar
yang lebih menyenangkan sekaligus meningkatkan kreatifitas siswa.
B.
Rumusan Masalah
- Kurangnya
pemahan siswa kelas VIII akan unsur-unsur dalam naskah drama dan apa
pengertiannya.
- Bagaimana
penerapan metode ranting pohon dalam meningkatkan pemahan siswa kelas VIII
dalam mengidentifikasi unsur-unsur naskah drama.
C.
Tujuan
- Untuk
meningkatkan pahaman siswa kelas VIII akan unsur-unsur naskah drama
- Untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam membedakan unsur-unsur naskah drama
yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik
- Untuk
mengetahui tingkat ketercapain pembelajaran dengan metode ranting pohon
dan proses penerapannya
BAB II
PEMBAAHASAN
A. Definisi
Drama
Drama adalah
satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor.
Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "aksi",
"perbuatan". Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung,
film, dan atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan
tarian, sebagaimana sebuah opera.Di Indonesia, pertunjukan sejenis drama
mempunyai istilah yang bermacam-macam. Seperti: Wayang orang, ketoprak, ludruk
(di Jawa Tengah dan Jawa Timur), lenong (Betawi),randai (minang), reog (Jawa
Barat), rangda (Bali) dan sebagainya.
Sebuah karya
sastra yang bercerita terbagi atas dua; tutur dan tulis. Jika
cerita-cerita prosa seperti legenda dan dongeng lahir dari sastra tutur
kemudian dituliskan, drama adalah kebalikannya, yakni dituliskan dahulu, beru
kemudian dituturkan/diperankan. Drama dipertontonkan guna mencapai estetik
implementasi. Artinya, ia harus diawali dari tulisan, kemudian diceritakan
melalui penggunaan medium seni yang disebut dengan panggung. Cerita drama yang
sudah dipanggungkan disebut dengan teater.
Oleh karena
itu, pembicaraan drama kerap dikaitkan dengan teater. Tak ayal, terkadang orang
menyebut drama sebagai teater dan sebaliknya, teater dikatakan dengan drama.
Sejatinya, kedua hal ini tetap berbeda.
B. Pengertian Naskah Drama
Menuru KBBI naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan
tangan yang belum diterbitkan. Menurut Imam Suryono Drama adalah suatu aksi
atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang
dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah
sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran.
Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon. Menurut Sendarasik naskah
drama merupakan bahan dasar sebuah pementasan dan belum sempurna betuknya
apabila belum dipentaskan. Naskah drama juga sebagai ungkapan pernyataan
penulis (play wright) yang berisi nilai-nilai pengalaman umum juga
merupakan ide dasar bagi actor.
Berdasarkan pengertian diatas naskah drama dapat diartikan
suatu karangan atau cerita yang berupa tindakan atau perbuatan yang masih
berbentuk teks atau tulisan yang belum duterbitkan (pentaskan).
C. Unsur Pembangun Drama
1.Unsur Intrinsik
Unsur
intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri
(Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir
sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang
membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang
(secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur
intrinsik inilah yang membuat sebuah drana berwujud. Atau sebaliknya, jika
dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai
jika kita membaca sebuah naskah drama. Unsur yang dimaksud untuk menyebut sebagian
saja, misalnya: 1) tema; 2) plot atau alur ; 3) tokoh cerita dan perwatakan; 4)
dialog; 5) konflik; dan 6)latar.
1) Tema
Tema
adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak
pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya Tema
dikembangkan dan ditulis pengarang dengan bahasa yang indah sehingga
menghasilkan karya sastra atau drama. Tema merupakan ide pusat atau pikiran
pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan
sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.
Jika
dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran didalam dunia
pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau menawarkan tema.
Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai premis artinya rumusan
inti sari yang merupakan landasan untuk menentukan tujuan dan arah cerita.
Menurut Nurgiyantoro (1995), tema dibagi dua, yaitu tema mayor ( tema pokok
cerita yang menjadi dasar karya sastra itu) dan tema minor (tema tambahan yang
menguatkan tema mayor).
2) Alur/ plot
Alur/plot yaitu jalan cerita atau kerangka dari awal hingga
akhir yang merupakan jalinan konfelik antara daua tokoh yang berlawanan.
Unsur-unsur plot ini meliputi hal-hal berikut :
a. Exposition
atau pelukisaan awal cerita
Dalam
tahap ini pembaca diperkenalkan dengan tokoh-tokoh drama dengan watak
masing-masing. Pembaca mulai mendapat gambaran tentang lakon yang dibaca.
b.
Komplikasi atau pertingkaan awal
Dalam
tahap ini pembaca mulai mendapatkan gambaran pertikaian atau konflik yang baru
muncul
c. Klimaks
atau puncak cerita
Pada
tahap ini konflik sudah mencapai titik puncak atau pengawaatan dalam cerita.
d.
Resolusi atau penyelesaian atau falling action
Dalam
tahap ini konflik mulai mereda atau menurun
e. Denoument
atau keputusan
Tahap
ini pembaca mendapatkan sebuah penyelisaan dari konflik-konflik yang terjadi
disebuah cerita yang menjadi akhir sebuah cerita.
3) Tokoh cerita dan
perwatakan
Tokoh
cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam berbagai peristiwa
cerita. Tokoh cerita dapat berupa manusia, binatang, makhluk lain seperti
malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan atau iblis, jin, setan, sikuman, roh, dan
benda-benda yang diinsankan. Tokoh dalam karya sastra memiliki perwatakan.
Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan timbulnya peristiwa atau konflik
yang membuat cerita semakin menarik. Berdasarkan segi peran atau tingkat
pentingnya tokoh dalam suatu cerita dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu central
character (tokoh utama) dan peripheral character (tokoh tambahan).
Ada dua macam tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah
tokoh yang diutamakan penderitaannya dalam suatu karya sastra (drama).
Ada tiga kriteria untuk menentukan
tokoh utama, yaitu :
- Mencari tokoh yang paling
banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
- Mencari tokoh yang paling
banyak membutuhkan waktu penceritaan
- Melihat intensitas keterlibatan
tokoh dalam peristiwa yang membangun cerita (tema)
Berdasarkan
fungsinya dalam drama, tokoh cerita ada empat macam, yaitu tokoh protagonis,
antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Ada pula pendapat lain, bahwa ada
tiga macam tokoh cerita, yaitu tokoh utama, tokoh pendamping, dan tokoh tambahan.
Berdasarkan wataknya, tokoh cerita dibedakan menjadi dau jenis, yaitu flat
character (tidak mengalami perubahan) dan round character (mengalami
perubahan).
4) Setting/Latar
Latar
merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau crita
drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya. Pengarang tentu
membuat latar membuat latar yang tepat demi keberj\hasilan dan keindahan
struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil juga menentukan keberhasilan
suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat dapat menciptakan warna kedaerahan
yang kuat sehingga dapat menghidupkan carita. Latar adalah lingkungan tempat
berlangsungnya peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di dalamnya aspek waktu,
iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh
cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca
untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan
terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
Fungsi latar yaitu:
1. menggambarkan situasi
2. proyeksi keadaan batin para tokoh cerita
3. menjadi metafor keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita
4. menciptakan suasana
Unsur-unsur latar yaitu:
- letak geografis
- kedudukan / pekerjaan
sehari-hari tokoh cerita
- waktu terjadinya peristiwa
- lingkungan tokoh cerita
Aspek latar berdasarkan fungsinya
mencakup:
- tempat terjadinya peristiwa
- lingkungan kehidupan
- sistem kehidupan
- alat-alat atau benda-benda
- waktu terjadinya peristiwa
Setting
atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Setting biasanya
meliputi tiga deminsi yaitu : tempat, ruang, dan waktu.
Setting
tempat tidak berdiri sendiri berhubungan dengan waktu dan ruang misalnya,
tempat dijawa, tahun berapa, diluar rumah.
Setting
waktu juga berarti apakah lakon terjadi diwaktu siang, pagi, sore, atau malam
hari.
5) Amanat
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala
sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak
langsung ke dalam benak para penonton dramanya.
Harimurti
Kridalaksana (183) berpendapat amanat merupakan keseluruhan makna konsep, makna
wacana, isi konsep, makna wacana, dan perasaan yang hendak disampaikan untuk
dimengerti dan diterima orang lain yang digagas atau ditujunya.
Amanat
di dalam drama ada yang langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja
disembunyikan secara tersirat oleh penulis naskah drama yang bersangkutan.
Hanya pentonton yang profesional aja yang mampu menemukan amanat implisit
tersebut.
2. Unsur ekstrinsik
Menurut
Tjahyono (1985), unsur ekstrinsik karya sastra adalah hal-hal yang berada di
luar struktur karya sastra, namun amat mempengaruhi karya sastra tersebut.
Misalnya faktor-faktor sosial politik saat karya tersebut diciptakan, faktor
ekonomi, faktor latar belakang kehidupan pengarang, dan sebagainya. Mengutip
pernyataan Wellek dan Warren, Tjahyono menjelaskan pengkajian terhadap unsur
ekstrinsik karya sastra mencakup empat hal. Salah satunya adalah mengkaji
hubungan sastra dengan aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan
pendidikan. Bahwa situasi sosial politik ataupun realita budaya tertentu akan
sangat berpengaruh terhadap karya sastra tersebut.
Unsur yang membangun karya sastra berdasarkan pendekatan
struktural meliputi unsur intrinsik dan ekstrinsik. Pembahasan kali ini akan
dikhususkan pada unsur ekstrinsik karya sastra, khususnya prosa.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar
karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa unsur
ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bagun sebuah cerita. Oleh
karena itu, unsur esktrinsik karya sastra harus tetap dipandang sebagai sesuatu
yang penting.
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik pun
terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang
termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Keadaan subjektivitas individu
pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu
mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
b.
Keadaan psikologis, baik psikologis
pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c.
Keadaan lingkungan pengarang,
seperti ekonomi, sosial, dan politik.
d.
Pandangan hidup suatu bangsa,
berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
e.
Latar belakang kehidupan pengarang
sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya sastra.
Misalnya, pengarang yang berlatar belakang budaya daerah tertentu, secara
disadari atau tidak, akan memasukkan unsur budaya tersebut ke dalam karya
sastra.
Menurut Malinowski, yang termasuk unsur budaya adalah
bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem
pengetahuan, religi, dan kesenian. Unsur-usnru tersebut menjadi pendukung karya
sastra. Sebagai contoh, novel Siti Nurbaya sangat kental dengan budaya
Minangkabau. Hal ini sesuai dengan latar belakang pengarangnya, Marah Rusli,
yang berasal dari daerah Minangkabau. Begitu pula novel Upacara karya Korrie
Layun Rampan yang dilatarbelakangi budaya Dayak Kalimantan karena pengarangnya
berasal dari daerah Kalimantan.
Begitu pula dalam Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar
Lubis, kita akan menemukan unsur intrinsik berupa nilai-nilai budaya. Terutama,
yang berkaitan dengan sistem mata pencaharian, sistem teknologi, religi, dan
kesenian. Mata pencaharian yang ditekuni para tokoh dalam novel tersebut
sebagai pencari damar dan rotan di hutan. Alat yang digunakan masih
tradisional.
Selain budaya, latar belakang keagamaan atau religiusitas
pengarang juga dapat memengaruhi karya sastra. Misalnya, Achdiat Kartamihardja
dalam novel Atheis dan Manifesto Khalifatullah, Danarto dalam novel Kubah, atau
Habiburahman El-Shirazi dalam Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
Latar belakang kehidupan pengarang juga menjadi penting
dalam memengaruhi karya sastra. Sastrawan yang hidup di perdesaan akan selalu
menggambarkan kehidupan masyarakat desa dengan segala permasalahannya.
Misalnya, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Dengan demikian, unsur ekstrinsik tersebut menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari bangunan karya sastra. Unsur ekatrinsik memberikan
warna dan rasa terhadap karya sastra yang pada akhirnya dapat diinterpretasikan
sebagai makna. Unsur-unsur ektrinsik yang mempengaruhi karya dapat juga
dijadikan potret realitas objektif pada saat karya tersebut lahir. Sehingga,
kita sebagai pembaca dapat memahami keadaan masyarakat dan suasana psikologis
pengarang pada saat itu.
D. Metode
Gambar Pohon
Metode
ranting pohon merupakan metode yang mengunakan gambar pohon dimana gambar pohon
tersebut memiliki banyak ranting yang bercabang-cabang dan ranting-ranting itu
diberi nomer dan pada nomer-nomer inilah yang menjadi tempat untuk menempelkan
kertas yang berisi materi pembelajaran.
Metode ini sering digunakan dalam
berbagai pembelajaran, mengingaat metode ini memang mudah dalam penerapannya.
Dalam metode ini siswa juga menjadi aktif dalam berkreatiftas serta menumbuhkan
suasana kelas yang menyenangkan.
Bahan-bahan
yang diperlukan:
- Kertas
manila yang bergambar pohon lengkap berserta ranting dan daun-daunnya
- Dari
gambar pohon tersebut diberi nomer sesuai dengan jumlah materi yang akan
ditempel pada gambar
- Kertas
berwarna/polosan yang berukuran 5-8 cm yang bertuliskan materi
pembelajaran (banyaknya disesuaikan dengan materi) yang kemudian dilipat
- Double
tip diletakan pada kertas yang bertuliskan materi tersebut.
E. Penerapan Metode Gambar Pohon Dalam
Mengetdentifikasi Unsur-Unsur Naskah Drama
Dalam
proses belajar mengajar pasti ada langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh
seorang guru agar jalannya pembelajaran menjadi maksimal, berikut adalah
langkah-langkah dalam pembelajaran yang mengunakan metode ranting pohon dalam
mengidentifikasi unsur-unsur naskah drama.
- Siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok misalnya 4-6 kelompok
- Setiap
ketua kelompok maju kedepan untuk mengambil kertas lipatan yang didalamnya
bersikan materi
- Guru
menempelkan gambar pohon dipapan tulis yang bertuliskan unsur intrinsik
dan unsur ektrinsik pada kiri-kana/bisa juga atas bawah
- Kemudian
berdasarkan kertas yang telah diambil tadi ditempelkan pada gambar pohon
yang telah diberi nomer
- Siswa
yang lain bergantian maju untuk mengambil lipatan kertas dan melakukan hal
yang sama sampai seluruh kertas habis
- Guru
dan siswa bersama-sama merevisi ketepatan dalam mencocokan materi yang
telah ditempel
- Guru
dan siswa bersama-sama menyimpulkan dari hasil pembelajaran yang telah
dilakukan
1. Kelebihan
- Siswa
menjadi aktif dalam mengikuti pembelajaran
- Siswa
mampu memahami perbedaan dari unsur-unsur naskah drama baik unsur
instrinsik maupun ekstrinsik
- Meningkatkan
kretifitas siswa
- Pembelajaran
akan lebih mudah dipahami oleh siswa
2. Kelemahan
- Guru
harus pandai dalam mengelola kelas agar siswa tidak terlalu berisik
- Jika
banyaknya materi yang harus ditempel terlalu sedikit maka siswa yang lain
tidak akan mendapat kesempatan
- Jika
siswa terus-menerus salah menempelkan materi maka kertas bisa menjadi
rusak
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Drama
adalah salah satu dari karya sastra memiliki bagian untuk diperankan
oleh aktor. Dalam memerankan sebuah drama sang aktor haruslah bisa memahami naskah
drama yang mana hal tersebut merupakan inti dari sebuah drama, karena dalam
naskah drama berisi dialog-dialog yang harus diperankan oleh sang aktor.
Dalam naskah drama memiliki
unsur-unsur yaitu unsur instrinsik (di dalam) dan ekstrinsik (di luar). Unsur
intrinsik merupakan unsur yang langsung berhubungan dengan naskah drama itu
sendiri, seperti tema, alur, penokohan, setting dan amanat. Sedangkah unsur
ekstrinsik merupakan unsur yang dilur karya sastra itu sendiri namun tetap
memberi pengaruh dalam karya sastra, unsur ekstrinsik meliputi, aspek politik, sosial, ekonomi,
budaya dan pendidikan.
Dalam mengidentifikasi unsur-unsur
naskah drama sebenarnya banyak metode yang bisa kita gunakan, namun pada
makalah ini penulis mengunakan metode gambar pohon. Yaitu metode yang
mengunakan gambar pohon yang diberi nomer-nomer sebagai tempat menempelkan
materi. Metode ini dapat mengkatkan pahaman tentang bagaimana cara
mengidentifikasi unsur-unsur naskah drama.
Daftar
Pustaka
KBBI. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka