Kamis, 05 Februari 2015

Seminar PBSI


MENGIDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR NASKAH DRAMA DENGAN METODE GAMBAR POHON PADA SISWA KELAS VIII


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Pada proses pembelajaran, kegiatan siswa belajar dan guru mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Artinya bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik dan guru sebagai pendidik (Endang T.S: 2012).
Gagne dan Briggs (1979:3). Mengartikan instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Dalam pembelajaran yang terpenting adalah memahami, memahami disini berarti mengerti akan segala sesuatu yang telah di ajarkan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tidak maksimalnya hasil pembelajaran, diantaranya adalah jumlah siswa yang melebihi target rombongan belajar (rombel) dalam satu kelas, latar belakang siswa yang bervariasi, peran guru yang kurang aktif, serta pemilihan media dan metode pembelajaran yang kurang tepat sehingga menyebabkan siswa menjadi pasif bahkan tidak mengerti dengan materi yang diterimanya.
            Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mengunakan metode Gambar Pohon dalam mengidentifikasi unsur-unsur naskah drama pada siswa kelas VIII, yang diharapkan dapat menciptakan suanan belajar yang lebih menyenangkan sekaligus meningkatkan kreatifitas siswa.

B. Rumusan Masalah
  • Kurangnya pemahan siswa kelas VIII akan unsur-unsur dalam naskah drama dan apa pengertiannya.
  • Bagaimana penerapan metode ranting pohon dalam meningkatkan pemahan siswa kelas VIII dalam mengidentifikasi unsur-unsur naskah drama.
C. Tujuan
  • Untuk meningkatkan pahaman siswa kelas VIII akan unsur-unsur naskah drama
  • Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membedakan unsur-unsur naskah drama yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik
  • Untuk mengetahui tingkat ketercapain pembelajaran dengan metode ranting pohon dan proses penerapannya



BAB II
PEMBAAHASAN

A. Definisi Drama

Drama adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "aksi", "perbuatan". Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera.Di Indonesia, pertunjukan sejenis drama mempunyai istilah yang bermacam-macam. Seperti: Wayang orang, ketoprak, ludruk (di Jawa Tengah dan Jawa Timur), lenong (Betawi),randai (minang), reog (Jawa Barat), rangda (Bali) dan sebagainya.
Sebuah karya sastra yang bercerita terbagi atas dua; tutur dan tulis. Jika cerita-cerita prosa seperti legenda dan dongeng lahir dari sastra tutur kemudian dituliskan, drama adalah kebalikannya, yakni dituliskan dahulu, beru kemudian dituturkan/diperankan. Drama dipertontonkan guna mencapai estetik implementasi. Artinya, ia harus diawali dari tulisan, kemudian diceritakan melalui penggunaan medium seni yang disebut dengan panggung. Cerita drama yang sudah dipanggungkan disebut dengan teater.
Oleh karena itu, pembicaraan drama kerap dikaitkan dengan teater. Tak ayal, terkadang orang menyebut drama sebagai teater dan sebaliknya, teater dikatakan dengan drama. Sejatinya, kedua hal ini tetap berbeda.

B. Pengertian Naskah  Drama
Menuru KBBI naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan yang belum diterbitkan. Menurut Imam Suryono Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon. Menurut Sendarasik naskah drama merupakan bahan dasar sebuah pementasan dan belum sempurna betuknya apabila belum dipentaskan. Naskah drama juga sebagai ungkapan pernyataan penulis (play wright) yang berisi nilai-nilai pengalaman umum juga merupakan ide dasar bagi actor.
Berdasarkan pengertian diatas naskah drama dapat diartikan suatu karangan atau cerita yang berupa tindakan atau perbuatan yang masih berbentuk teks atau tulisan yang belum duterbitkan (pentaskan).

C. Unsur Pembangun Drama
1.Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drana berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah naskah drama. Unsur yang dimaksud untuk menyebut sebagian saja, misalnya: 1) tema; 2) plot atau alur ; 3) tokoh cerita dan perwatakan; 4) dialog; 5) konflik; dan 6)latar.
1) Tema
Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya  Tema dikembangkan dan ditulis pengarang dengan bahasa yang indah sehingga menghasilkan karya sastra atau drama. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.
Jika dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran didalam dunia pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai premis artinya rumusan inti sari yang merupakan landasan untuk menentukan tujuan dan arah cerita. Menurut Nurgiyantoro (1995), tema dibagi dua, yaitu tema mayor ( tema pokok cerita yang menjadi dasar karya sastra itu) dan tema minor (tema tambahan yang menguatkan tema mayor).

2) Alur/ plot
Alur/plot yaitu jalan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konfelik antara daua tokoh yang berlawanan. Unsur-unsur plot ini meliputi hal-hal berikut :
a. Exposition atau pelukisaan awal cerita 
Dalam tahap ini pembaca diperkenalkan dengan tokoh-tokoh drama dengan watak masing-masing. Pembaca mulai mendapat gambaran tentang lakon yang dibaca.
b. Komplikasi atau pertingkaan awal
Dalam tahap ini pembaca mulai mendapatkan gambaran pertikaian atau konflik yang baru muncul
c. Klimaks atau puncak cerita
Pada tahap ini konflik sudah mencapai titik puncak atau pengawaatan dalam cerita.
d. Resolusi atau penyelesaian atau falling action
Dalam tahap ini konflik mulai mereda atau menurun
e. Denoument atau keputusan
Tahap ini pembaca mendapatkan sebuah penyelisaan dari konflik-konflik yang terjadi disebuah cerita yang menjadi akhir sebuah cerita.

3)   Tokoh cerita dan perwatakan
Tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh cerita dapat berupa manusia, binatang, makhluk lain seperti malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan atau iblis, jin, setan, sikuman, roh, dan benda-benda yang diinsankan. Tokoh dalam karya sastra memiliki perwatakan. Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan timbulnya peristiwa atau konflik yang membuat cerita semakin menarik. Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu central character (tokoh utama) dan peripheral character (tokoh tambahan). Ada dua macam tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penderitaannya dalam suatu karya sastra (drama).
Ada tiga kriteria untuk menentukan tokoh utama, yaitu :
  1. Mencari tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
  2. Mencari tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan
  3. Melihat intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa yang membangun cerita (tema)
Berdasarkan fungsinya dalam drama, tokoh cerita ada empat macam, yaitu tokoh protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Ada pula pendapat lain, bahwa ada tiga macam tokoh cerita, yaitu tokoh utama, tokoh pendamping, dan tokoh tambahan. Berdasarkan wataknya, tokoh cerita dibedakan menjadi dau jenis, yaitu flat character (tidak mengalami perubahan) dan round character (mengalami perubahan).

4) Setting/Latar
Latar merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau crita drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya. Pengarang tentu membuat latar membuat latar yang tepat demi keberj\hasilan dan keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil juga menentukan keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat dapat menciptakan warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat menghidupkan carita. Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di dalamnya aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
Fungsi latar yaitu:
1.    menggambarkan situasi
2.    proyeksi keadaan batin para tokoh cerita
3.    menjadi metafor keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita
4.    menciptakan suasana
Unsur-unsur latar yaitu:
  1. letak geografis
  2. kedudukan / pekerjaan sehari-hari tokoh cerita
  3. waktu terjadinya peristiwa
  4. lingkungan tokoh cerita
Aspek latar berdasarkan fungsinya mencakup:
  1. tempat terjadinya peristiwa
  2. lingkungan kehidupan
  3. sistem kehidupan
  4. alat-alat atau benda-benda
  5. waktu terjadinya peristiwa
Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Setting biasanya meliputi tiga deminsi yaitu : tempat, ruang, dan waktu.
Setting tempat tidak berdiri sendiri berhubungan dengan waktu dan ruang misalnya, tempat dijawa, tahun berapa, diluar rumah.
Setting waktu juga berarti apakah lakon terjadi diwaktu siang, pagi, sore, atau malam hari.

5) Amanat
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak langsung ke dalam benak para penonton dramanya.
Harimurti Kridalaksana (183) berpendapat amanat merupakan keseluruhan makna konsep, makna wacana, isi konsep, makna wacana, dan perasaan yang hendak disampaikan untuk dimengerti dan diterima orang lain yang digagas atau ditujunya.
Amanat di dalam drama ada yang langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat oleh penulis naskah drama yang bersangkutan. Hanya pentonton yang profesional aja yang mampu menemukan amanat implisit tersebut.

2. Unsur ekstrinsik
Menurut  Tjahyono (1985), unsur ekstrinsik karya sastra adalah hal-hal yang berada di luar struktur karya sastra, namun amat mempengaruhi karya sastra tersebut. Misalnya faktor-faktor sosial politik saat karya tersebut diciptakan, faktor ekonomi, faktor latar belakang kehidupan pengarang, dan sebagainya. Mengutip pernyataan Wellek dan Warren, Tjahyono menjelaskan pengkajian terhadap unsur ekstrinsik karya sastra mencakup empat hal. Salah satunya adalah mengkaji hubungan sastra dengan aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Bahwa situasi sosial politik ataupun realita budaya tertentu akan sangat berpengaruh terhadap karya sastra tersebut.
Unsur yang membangun karya sastra berdasarkan pendekatan struktural meliputi unsur intrinsik dan ekstrinsik. Pembahasan kali ini akan dikhususkan pada unsur ekstrinsik karya sastra, khususnya prosa.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bagun sebuah cerita. Oleh karena itu, unsur esktrinsik karya sastra harus tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
b.      Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c.       Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
d.      Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
e.       Latar belakang kehidupan pengarang sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya sastra. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang budaya daerah tertentu, secara disadari atau tidak, akan memasukkan unsur budaya tersebut ke dalam karya sastra.
Menurut Malinowski, yang termasuk unsur budaya adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Unsur-usnru tersebut menjadi pendukung karya sastra. Sebagai contoh, novel Siti Nurbaya sangat kental dengan budaya Minangkabau. Hal ini sesuai dengan latar belakang pengarangnya, Marah Rusli, yang berasal dari daerah Minangkabau. Begitu pula novel Upacara karya Korrie Layun Rampan yang dilatarbelakangi budaya Dayak Kalimantan karena pengarangnya berasal dari daerah Kalimantan.

Begitu pula dalam Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis, kita akan menemukan unsur intrinsik berupa nilai-nilai budaya. Terutama, yang berkaitan dengan sistem mata pencaharian, sistem teknologi, religi, dan kesenian. Mata pencaharian yang ditekuni para tokoh dalam novel tersebut sebagai pencari damar dan rotan di hutan. Alat yang digunakan masih tradisional.
Selain budaya, latar belakang keagamaan atau religiusitas pengarang juga dapat memengaruhi karya sastra. Misalnya, Achdiat Kartamihardja dalam novel Atheis dan Manifesto Khalifatullah, Danarto dalam novel Kubah, atau Habiburahman El-Shirazi dalam Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
Latar belakang kehidupan pengarang juga menjadi penting dalam memengaruhi karya sastra. Sastrawan yang hidup di perdesaan akan selalu menggambarkan kehidupan masyarakat desa dengan segala permasalahannya. Misalnya, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Dengan demikian, unsur ekstrinsik tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan karya sastra. Unsur ekatrinsik memberikan warna dan rasa terhadap karya sastra yang pada akhirnya dapat diinterpretasikan sebagai makna. Unsur-unsur ektrinsik yang mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret realitas objektif pada saat karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai pembaca dapat memahami keadaan masyarakat dan suasana psikologis pengarang pada saat itu.

D. Metode Gambar Pohon
            Metode ranting pohon merupakan metode yang mengunakan gambar pohon dimana gambar pohon tersebut memiliki banyak ranting yang bercabang-cabang dan ranting-ranting itu diberi nomer dan pada nomer-nomer inilah yang menjadi tempat untuk menempelkan kertas yang berisi materi pembelajaran.
            Metode ini sering digunakan dalam berbagai pembelajaran, mengingaat metode ini memang mudah dalam penerapannya. Dalam metode ini siswa juga menjadi aktif dalam berkreatiftas serta menumbuhkan suasana kelas yang menyenangkan.

Bahan-bahan yang diperlukan:
  1. Kertas manila yang bergambar pohon lengkap berserta ranting dan daun-daunnya
  2. Dari gambar pohon tersebut diberi nomer sesuai dengan jumlah materi yang akan ditempel pada gambar
  3. Kertas berwarna/polosan yang berukuran 5-8 cm yang bertuliskan materi pembelajaran (banyaknya disesuaikan dengan materi) yang kemudian dilipat
  4. Double tip diletakan pada kertas yang bertuliskan materi tersebut.
E. Penerapan Metode Gambar Pohon Dalam Mengetdentifikasi Unsur-Unsur Naskah Drama
Dalam proses belajar mengajar pasti ada langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh seorang guru agar jalannya pembelajaran menjadi maksimal, berikut adalah langkah-langkah dalam pembelajaran yang mengunakan metode ranting pohon dalam mengidentifikasi unsur-unsur naskah drama.
  1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok misalnya 4-6 kelompok
  2. Setiap ketua kelompok maju kedepan untuk mengambil kertas lipatan yang didalamnya bersikan materi
  3. Guru menempelkan gambar pohon dipapan tulis yang bertuliskan unsur intrinsik dan unsur ektrinsik pada kiri-kana/bisa juga atas bawah
  4. Kemudian berdasarkan kertas yang telah diambil tadi ditempelkan pada gambar pohon yang telah diberi nomer
  5. Siswa yang lain bergantian maju untuk mengambil lipatan kertas dan melakukan hal yang sama sampai seluruh kertas habis
  6. Guru dan siswa bersama-sama merevisi ketepatan dalam mencocokan materi yang telah ditempel
  7. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan
1. Kelebihan
  • Siswa menjadi aktif dalam mengikuti pembelajaran
  • Siswa mampu memahami perbedaan dari unsur-unsur naskah drama baik unsur instrinsik maupun ekstrinsik
  • Meningkatkan kretifitas siswa
  • Pembelajaran akan lebih mudah dipahami oleh siswa
2. Kelemahan
  • Guru harus pandai dalam mengelola kelas agar siswa tidak terlalu berisik
  • Jika banyaknya materi yang harus ditempel terlalu sedikit maka siswa yang lain tidak akan mendapat kesempatan
  • Jika siswa terus-menerus salah menempelkan materi maka kertas bisa menjadi rusak




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Drama adalah salah satu dari karya sastra memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Dalam memerankan sebuah drama sang aktor haruslah bisa memahami naskah drama yang mana hal tersebut merupakan inti dari sebuah drama, karena dalam naskah drama berisi dialog-dialog yang harus diperankan oleh sang aktor.
            Dalam naskah drama memiliki unsur-unsur yaitu unsur instrinsik (di dalam) dan ekstrinsik (di luar). Unsur intrinsik merupakan unsur yang langsung berhubungan dengan naskah drama itu sendiri, seperti tema, alur, penokohan, setting dan amanat. Sedangkah unsur ekstrinsik merupakan unsur yang dilur karya sastra itu sendiri namun tetap memberi pengaruh dalam karya sastra, unsur ekstrinsik meliputi, aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan.
            Dalam mengidentifikasi unsur-unsur naskah drama sebenarnya banyak metode yang bisa kita gunakan, namun pada makalah ini penulis mengunakan metode gambar pohon. Yaitu metode yang mengunakan gambar pohon yang diberi nomer-nomer sebagai tempat menempelkan materi. Metode ini dapat mengkatkan pahaman tentang bagaimana cara mengidentifikasi unsur-unsur naskah drama.





Daftar Pustaka
Masnur Muslih. 2009. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual,  Jakarta: Bumi Aksara.
http//id.wikipedia.org/wiki/Kartu
http://endangtoety.blogspot.com/2012/10/penggunaan-media-kartu-tempel-melalui.html
http://petrukdavid.blogspot.com/2011/03/i.html
KBBI. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga.  Jakarta: Balai Pustaka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tes Formatif Bahasa Indonesia Kelas VIII

Soal teks LHO kelas VIII Klik link bawah ini untuk mengerjakan soal. https://forms.gle/8ZCj6n3udrjJqv8A8