Sabtu, 16 Desember 2017

Problematik Pendidikan Bahasa Indonesia



INTERFRENSI  BAHASA DAERAH  (JAWA) DALAM STRUKTUR FONOLOGI, MORFOLOGI, SINTAKSIS, DAN LEKSIKON PADA BAHASA INDONESIA



Abstrak

Ardiantoro, Bayu. 2016. Interfrensi  Bahasa Daerah  (jawa) Dalam Struktur Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Dan Leksikon Pada Bahasa Indonesia. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Islam Malang. Pembimbing: Dr. H. Nur Fajar Arief, M.Pd

Kata Kunci: Interfrensi, Struktur, Bahasa

Belajar bahasa  merupakan suatu kewajiban bagi semua orang. Bahasa pada saat ini telah menjadi suatu budaya yang patut dilestarikan keberadaannya. Dengan belajar bahasa berarti juga belajar membudidayakan diri sendiri, mengembangkan diri, dan membentuk diri menjadi manusia yang luhur
Interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa dan dipandang sebagai pengacu karena merusak sistem suatu bahasa. Kedwibahasaan peserta tutur dapat mengakibatkan terjadinya interferensi, baik yang berupa bahasa daerah maupun bahasa asing. Dapat dikatakan demikian karena di dalam diri penutur yang dwibahasawan terjadi kontak bahasa yang selanjutnya dapat mengakibatkan munculnya interferensi.
Ragam interferensi yang dibahas adalah interferensi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Interferensi fonologi terdiri dari interferensi fonologis pengurangan, penambahan huruf, dan interferensi fonologis perubahan huruf, morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang pembentukan kata, Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah) digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase, dan klausa, Interferensi leksikon terjadi apabila adanya pencampuran bahasa pertama yang menjadi serpihan dalam bahasa kedua, baik kata maupun frasa bahasa pertama.
Penyebab terjadinya interferensi karena adanya kekurangpengetahuan terhadap bahasa target, karena kedudukan lawan bicara, faktor-faktor yang menyangkut pribadi seseorang penutur, karena adanya ketidaktahuan atau penguasaan bahasa oleh masyarakat tutur





Pendahuluan
Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, sebab bahasa merupakan alat pemersatu antara satu dengan yang lainnya, mulai dari tingkat skala kehidupan yang paling kecil keluarga, masyarakat, hingga ke skala yang paling besar kehidupan bernegara. Belajar bahasa  merupakan suatu kewajiban bagi semua orang. Bahasa pada saat ini telah menjadi suatu budaya yang patut dilestarikan keberadaannya. Dengan belajar bahasa berarti juga belajar membudidayakan diri sendiri, mengembangkan diri, dan membentuk diri menjadi manusia yang luhur.
Interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa dan dipandang sebagai pengacu karena merusak sistem suatu bahasa. Menurut para ahli istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Wenreich ( Abdul Chaer Leoni Agustina 1953:120) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Didalam interferensi ada penyebab terjadinya interferensi yaitu Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan
Proses komunikasi merupakan kebutuhan manusia, baik komunikasi berbentuk lisan maupun tulisan. Komunikasi dan bahasa merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan interaksi yang dilakukan terhadap lingkungannya, hal tersebut dilakukan untuk menyampaikan gagasan, ide, pesan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan interaksi. Alat yang digunakan untuk berkomunikasi adalah bahasa. Senada dengan pendapat Chaer (2010:11) menyatakan sebagai berikut.
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki manusia. Di dalam kehidupannya bermasyarakat, sebenarnya manusia dapat juga menggunakan alat komunikasi lain selain bahasa. Namun, tampaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik, paling sempurna, dibandingkan dengan alat komunikasi lain.

Maksud dan tujuan seorang pembicara akan sampai kepada lawan bicara, apabila lawan bicara mampu menguasai atau mengetahui bahasa yang digunakan pembicaranya. Pembicara yang tidak menguasai bahasa maka proses komunikasi antarpembicara tidak akan berjalan dengan baik. Penutur maupun lawan tutur harus sama-sama mengetahui atau menguasai bahasa yang akan mereka pergunakan dalam komunikasi tersebut, karena pada prinsipnya melalui bahasalah komunikasi dapat digunakan oleh para pembicara dalam bekerjasama atau kegiatan lain. Hal ini sesuai pendapat Kridalaksana (dalam Chaer, 2007:32) menyatakan bahwa “Bahasa adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”.
Komunikasi yang digunakan oleh penutur di Indonesia tidak seluruhnya menggunakan bahasa Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa komunikasi di daerahnya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa merupakan kekayaan budaya bahasa.  
Bangsa yang kaya akan budaya bahasa dan tradisi, pada prinsipnya mereka memiliki bahasa kesatuan yaitu bahasa Indonesia dan mampu berbahasa Indonesia, walaupun secara praktis bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi yang digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan ciri khas ragam bahasa dialeknya masing-masing.
Keragaman bahasa tersebut menyebabkan kemampuan komunikatif seseorang bervariasi. Masyarakat Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan, sekurang-kurangnya mampu menguasai bahasa Indonesia. Hal ini sesuai pendapat Chaer (2010:35) menyatakan sebagai berikut.
Rata-rata seorang Indonesia yang pernah menduduki bangku sekolah menguasai bahasa ibunya dan bahasa Indonesia. Selain itu, mungkin menguasai satu bahasa daerah lain atau lebih dan juga bahasa asing, bahasa Inggris atau bahasa lainnya apabila mereka telah memasuki pendidikan menengah atau pendidikan tinggi. Masyarakat atau individu sebagai penutur yang mampu berbicara dua bahasa, maka individu tersebut merupakan bilingualisme atau dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan.
Berdasarkan pemaparan ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa bilingualisme merupakan kemampuan seorang penutur dalam menggunakan dua bahasa dengan cara penuturan yang sama baiknya. Secara teoretis bilingualisme harus dilaksanakan melalui praktik tindak tutur yang diujarkan dengan sama baiknya oleh pengguna kedua bahasa tersebut. Praktik tindak tutur bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia harus dikuasai oleh penutur sebagai bahasa pengantar antarsuku bahasa. Bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu yang berfungsi bagi kelangsungan hidup, maka harus dikuasai oleh penuturnya.
Tuntutan penguasaan bahasa kedua yang dijadikan sebagai bahasa pengantar harus dapat dipenuhi oleh penutur bilingual, karena hal ini menyangkut kepentingan individu penutur ataupun lawan tutur di saat kondisi bahasa kedua harus digunakan.
Penutur bilingual tidak hanya dapat dilakukan orang dewasa yang berpengetahuan tinggi dan berpengalaman dalam bidang bahasa, melainkan siswa yang sedang mengenyam pendidikan pun harus mampu berbicara secara bilingual, demikian pula siswa pada jenjang tingkat SMP harus mampu bertindaktutur dengan temannya yang berbeda bahasa daerah, maka siswa dituntut untuk mampu berbicara dengan menggunakan bahasa kedua/bahasa pengantar yaitu bahasa Indonesia secara baik dan benar.

      Interferensi
Interferensi merupakan proses masuknya unsur serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat melanggar kaidah gramatika bahasa yang menyerap. Mengenai pengertian interferensi secara komprehensif. Berikut pernyataan beberapa pakar membatasi pengertian interferensi.
Menurut Weinreich (dikutip Tarigan, 2011:15) menurutnya, interferensi adalah “penyimpangan norma bahasa yang terjadi didalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa”. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168) mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih.
Kridalaksana (1985:26) menyatakan sebagai berikut.
Interferensi adalah penyimpangan kaidah-kaidah suatu bahasa yang terjadi pada orang bilingual sebagai akibat penguasaan dua bahasa. Penyebab interferensi yang lain adalah kurangnya penguasaan kaidah kebahasaan secara benar.

Alwasilah (1985:131) menyatakan sebagai berikut.
Interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata.

Soewito (dalam Chaer, 2010:126) menyatakan bahwa “Interferensi dalam bahasa Indonesia berlaku bolak-balik, artinya unsur bahasa daerah bisa memasuki bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia banyak memasuki bahasa-bahasa daerah. Kekeliruan pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata berdampak pada gangguan atau penyimpangan pada system fonemik bahasa penerima.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat ditarik simpulan bahwa interferensi merupakan peristiwa berbahasa yang dilakukan oleh seorang bilingual dengan cara menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan unsur-unsur bahasa lain.
      
Faktor Penyebab Timbulnya Interferensi
Kedwibahasaan peserta tutur dapat mengakibatkan terjadinya interferensi, baik yang berupa bahasa daerah maupun bahasa asing. Dapat dikatakan demikian karena di dalam diri penutur yang dwibahasawan terjadi kontak bahasa yang selanjutnya dapat mengakibatkan munculnya interferensi. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap yang kurang positif.
Pendapat lain mengenai penyebab interferensi dikemukakan Jendra (1991:105) sebagai berikut.
Interferensi terjadi karena tiga unsur pokok, yaitu bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke dalam bahasa lain; bahasa penerima atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber; dan adanya unsur bahasa yang terserap (importasi) atau unsur serapan.

Penuturan-penuturan tersebut terlihat dalam bentuk pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dalam pengambilan unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasainya secara tidak terkontrol. Hal lain yang paling berpengaruh adalah kebiasaan menggunakan sistem bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Kebiasan tersebut dapat terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain:
(1) Kedwibahasaan peserta tutur
Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.
2)  Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber  yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis.
3) Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima
Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidak cukupan atau terbatasnya kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi. Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih cepat terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima.
4) Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan
Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber.
Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. penerima.
5) Kebutuhan akan sinonim
Dengan adanya kata yang bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunyai variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara berulang-ulang.
Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya interferensi.
6)   Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut.  Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pamakaian unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan
7). Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat  terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing.  Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya interferensi karena adanya kekurang pengetahuan terhadap bahasa target, karena kedudukan lawan bicara, faktor-faktor yang menyangkut pribadi seseorang penutur, karena adanya ketidaktahuan atau penguasaan bahasa oleh masyarakat tutur.

Jenis-jenis Interferensi
Penyebab terjadinya interferensi ini kembali kepada kemampuan penutur dalam bertindak tutur menggunakan bahasa tertentu sehingga dia dipengaruhi oleh bahasa lain. Biasanya interferensi terjadi pada saat menggunakan bahasa kedua (B2) dengan jenis yang berbeda-beda.
Kridalaksana (1995:57) menyatakan bahwa “Fonologi ialah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya”. Interferensi dalam bidang fonologi terdiri dari interferensi fonologis pengurangan, penambahan huruf, dan interferensi fonologis perubahan huruf.
Interferensi dalam bidang morfologi, antara lain, terdapat dalam pembentukan kata dengan afiks. Afiks-afiks suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain.Umpamanya dalam bahasa Belanda dan Inggris ada sufiks-isasi, maka banyak penutur bahasa Indonesia yang menggunakannya dalam pembentukan kata bahasa Indonesia, seperti neonisasi, tendanisasi.
Chaer (2003:123) mengemukakan bahwa Bentuk-bentuk tersebut merupakan penyimpangan dari sistematik morfologi bahasa Indonesia, sebab untuk membentuk nomina proses dalam bahasa Indonesia ada konfiks pe-an. Jadi seharusnya peneonan dan penendaan”.
Adanya afiks-sasi pada kata neon dan tenda, merupakan interferensi morfologi karena konfiks pe-an dianggap sebagai afiksasi yang tepat dalam kata tersebut. Suwito (1988:66) menyatakan bahwa “Interferensi morfologi terjadi apabila dalam pembentukan katanya sesuatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain”.
Inteferensi bidang morfologi terjadi pula dari afiks bahasa daerah. Chaer (2003:123) mengemukakan sebagai berikut.
Penggunaan bentuk-bentuk ketabrak, kejebak, kekecilan, dan kemahalan dalam bahasa Indonesia juga termasuk kasus interferensi, sebab imbuhan yang digunakan di situ berasal dari bahasa Jawa atau Sunda dan dialek Jakarta. Bentuk yang baku adalah tertabrak, terjebak, terlalu kecil, dan terlalu mahal.

Interferensi dalam bidang sintaksis, pada bunyi kalimat bahasa Indonesia dari seorang bilingual Jawa-Indonesia. Bunyi kalimat tersebut “Di sini toko Laris yang mahal sendiri” (diangkat dari Djoko Kentjono 1982). Kalimat bahasa Indonesia ini berstruktur bahasa Jawa bunyinya adalah “ Ning kene toko Laris sing larang dhewe”. Kata sendiri dalam bahasa Indonesia itu merupakan terjemahan dari kata Jawa dhewe. Kata dhewe dalam bahasa Jawa antara lain memang berarti ‘sendiri’, seperti terdapat dalam kalimat “aku dhewe sing teko” (saya sendiri yang datang), dan “kowe krungu dhewe” (apakah kamu mendengarnya sendiri). Kata dhewe yang terdapat diantara kata sing dan adjektifa adalah berarti ‘paling’ seperti sing dhuwur dheweyang paling tinggi’ dan sing larang dheweyang paling mahal’. Penggunaan kalimat baku dalam bahasa Indonesia seharusnya berbunyi “Toko Laris adalah toko yang paling mahal”.
Interferensi dalam bidang leksikal lainnya diambil contoh kalimat dalam bahasa Indonesia dari seorang bilingual Sunda-Indonesia yang dicontohkan Chaer (2003:263) berikut ini.
Surat itu telah dibaca oleh saya. Kalimat tersebut adalah bentuk terinterferensi oleh bahasa Sunda, sebab dalam bahasa Sundanya berbunyi: eta surat geus dibaca ku kuring. Dalam bahasa Indonesia struktur kalimatnya haruslah berbentuk Surat itu sudah saya baca.
Interferensi dipandang sebagai “pengacauan ”karena “merusak” sistem suatu bahasa, tetapi pada sisi lain interferensi dipandang sebagai suatu mekanisme yang paling penting dan dominan untuk mengembangkan suatu bahasa yang masih perlu pengembangan. Pada subsistem fonologi, morfologi dan sintaksis memang interferensi lebih dekat untuk disebut “pengacauan”, tetapi pada subsistem kosakata dan semantik interferensi mempunyai andil besar dalam pengembanan suatu bahasa. Interferensi kosakata bahasa resipien menjadi diperkaya oleh kosakata bahasa donor, yang pada mulanya dianggap sebagai unsur pinjaman, tetapi kemudian tidak lagi karena kosakata itu telah berintegrasi menjadi bagian dari bahasa resipien.
Jenis interferensi dikemukakan Jendra (1991:109) bahwa “Interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon)”.

Ragam Interferensi
Ragam interferensi yang dibahas adalah interferensi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Keempat jenis interferensi tersebut dijelaskan di bawah ini.
A.    Interferensi Fonologi
Kridalaksana (1985:57) menyatakan bahwa “Fonologi ialah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya”.
Interferensi fonologi terdiri dari interferensi fonologis pengurangan, penambahan huruf, dan interferensi fonologis perubahan huruf. Seperti pada kata meliat yang diujarkan penutur berbahasa Jawa. Kata meliat telah terjadi pengurangan huruf  /h/. Penjelasan interferensi fonologi merupakan suatu proses yang berusaha menerangkan perubahan-perubahan morfem atau kata berdasarkan ciri-ciri pembeda secara fonetis (hal yang berkaitan dengan bunyi). Perubahannya biasa terjadi seperti penghilangan fonem pada awal, tengah, akhir, atau melalui proses penggabungan, pelesapan, penyisipan, asimilasi, dan desimilasi.

B.     Interferensi Morfologi
Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang pembentukan kata. Ramlan (2001:21) menyatakan bahwa “Morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk beluk bentuk kata”.
Pembentukan morfem dengan afiks harus disesuaikan dengan kaidah penggunaan bahasa Indonesia. Ramlan (2001:63) menyatakan sebagai berikut.
Afiks suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain, Sedangkan afiks adalah morfem imbuhan yang berupa awalan, akhiran, sisipan, serta kombinasi afiks. Afiks bisa memempati posisi depan, belakang, tengah bahkan di antara morfem dasar.

Pembentukan kata bahasa kedua tidak selamanya sesuai dengan kaidah pembentukannya, terkadang pembentukannya terinterferensi afiks bahasa Ibu. Proses afiksasi sering terserap afiks ke-, ke-an dari bahasa Jawa, misalnya kata ketabrak, kelanggar dsb. Bentukan kata tersebut berasal dari bentuk dasar bahasa Indonesia + afiks bahasa daerah. Bentukan dengan afiks-afiks seperti ini sebenarnya tidak perlu, sebab dalam bahasa sudah ada padanannya berupa afiks ter-. Persentuhan unsur kedua bahasa itu menyebabkan perubahan sistem bahasa, yaitu perubahan pada struktur kata bahasa yang bersangkutan. Selain berupa penambahan afiks, gejala-gejala interferensi morfologi lainnya dapat pula berupa reduplikasi, dan pemajemukan.


C.    Interferensi Sintaksis
Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah) digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase, dan klausa.
Suwito (1988:56) mengemukakan bahwa “Interferensi sintaksis terjadi karena di dalam diri penutur terjadi kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (B1) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing)”.
Bentuk interferensi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia, misalnya: Rumahnya ayahnya Ali yang besar sendiri di kampung itu. Kalimat tersebut mengandung unsur kalimat atau tata kalimat bahasa Jawa. Kalimat itu dalam bahasa Jawa adalah Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe ing kampong iku.
Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah Rumah ayah Ali yang paling besar di kampung itu. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah.

D.    Interferensi Leksikon
Interferensi terjadi apabila adanya pencampuran bahasa pertama yang menjadi serpihan dalam bahasa kedua, baik kata maupun frasa bahasa pertama.
Chaer (2003:263) menyatakan sebagai berikut.
Interferensi yang tampak menonjol adalah pada tuturan fonologi dan leksikon. Kita dengan mudah dapat menebak seseorang berasal dari mana dengan menyimak lafal dan kosakata yang digunakan dalam berbahasa kedua.

Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa interferensi leksikon terjadi karena tuturan B2 terinterferensi B1 karena lafal dan kurangnya perbendaharaan penutur pada saat menuturkan bahasa kedua.

 Berikut ini contoh interferensi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon
“Tadi malam aku ketiduran karena sorenya abis kegiatan ekskul”.

Tuturan tersebut dapat dianalisis berdasarkan kajian interferensi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon berikut ini.
1.      Interferensi Fonologi
Interferensi fonologi terdapat pada kata habis. Kata tersebut terinterferensi fonologi bahasa Jawa, karena menghilangnya huruf /h/ pada kata habis, yang seharusnya diujarkan habis. Menghilangnya  fonem /h/ merupakan kasus interferensi fonologi, karena bunyi /h/ seharusnya tetap dituturkan.
2.      Interferensi Morfologi
Interferensi morfologi terdapat pada kata ketiduran. Kata ketiduran terbentuk karena adanya afiksasi dari bahasa Jawa yaitu konfiks {ke-an} dengan kata turu menjadi keturuan atau keturon, maka terjadilah interferensi morfologi yang masuk ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi ketiduran. Kata ketiduran merupakan penyimpangan morfologi, dalam bahasa Indonesia struktur kata tersebut haruslah berbentuk: tertidur.
3.      Interferensi Sintaksis
Tuturan yang diujarkan siswa I, tidak terinterferensi sintaksis bahasa Jawa, hanya penggunaan bahasanya masih terinterferensi morfologi.
Tadi malam aku ketiduran karena sorenya habis kegiatan ekskul.
Sebagai koreksi dalam bahasa Indonesia struktur kalimat tersebut berbentuk:
malam tadi aku tertidur karena sore harinya melaksanakan kegiatan ekstra kulikuler”.
4.      Interferensi Leksikon
Melalui tuturan siswa I, dapat diidentifikasi tuturan bahasa kedua ini terinterferensi leksikon bahasa Ibu Jawa. Hal ini dibuktikan pada saat  siswa I dalam menuturkan kata ketiduran terdengar pelafalan bahasa Jawa, yakni adanya penuturan bunyi ketidhuran dengan pelafalan dan artikulasi khas tuturan orang Jawa.


Simpulan
Proses komunikasi merupakan kebutuhan manusia, baik komunikasi berbentuk lisan maupun tulisan. Komunikasi dan bahasa merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan interaksi yang dilakukan terhadap lingkungannya, hal tersebut dilakukan untuk menyampaikan gagasan, ide, pesan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan interaksi. Alat yang digunakan untuk berkomunikasi adalah bahasa.
Penyebab terjadinya interferensi karena adanya kekurangpengetahuan terhadap bahasa target, karena kedudukan lawan bicara, faktor-faktor yang menyangkut pribadi seseorang penutur, karena adanya ketidaktahuan atau penguasaan bahasa oleh masyarakat tutur.
Interferensi fonologi terdiri dari interferensi fonologis pengurangan, penambahan huruf, dan interferensi fonologis perubahan huruf.
·         Interferensi Fonologi: Interferensi fonologi terdiri dari interferensi fonologis pengurangan, penambahan huruf, dan interferensi fonologis perubahan huruf. Perubahannya biasa terjadi seperti penghilangan fonem pada awal, tengah, akhir, atau melalui proses penggabungan, pelesapan, penyisipan, asimilasi, dan desimilasi.
·         Interferensi Morfologi: Proses afiksasi terbentuk karena adanya kata yang berasal dari bentuk dasar bahasa Indonesia + afiks bahasa daerah.
·         Interferensi Sintaksis: Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah) digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase, dan klausa.
·         Interferensi Leksikon terjadi apabila adanya pencampuran bahasa pertama yang menjadi serpihan dalam bahasa kedua, baik kata maupun frasa bahasa pertama.







Daftar Rujukan
Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Hayi, Abdul dkk. 1985. Interferensi Gramatika Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa


Tarigan, Henry Guntur. 2011. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tes Formatif Bahasa Indonesia Kelas VIII

Soal teks LHO kelas VIII Klik link bawah ini untuk mengerjakan soal. https://forms.gle/8ZCj6n3udrjJqv8A8